Saturday, April 20, 2024
Berita Teknologi

Pakai Konten Bajakan Bukan Tren Lagi

Pakai konten bajakan? Hm, sepertinya tren ini semakin memudar di AS. Generasi Napster dikenal untuk menyebut generasi muda AS yang menggemari konten gratis dan bajakan. Posisi mereka sepertinya mulai tergeser dengan generasi muda baru yang lebih mengapresiasi dan bersedia membayar untuk konten yang mereka gunakan.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian Youth Trends yang menyebutkan hampir setengah dari responden di kalangan mahasiswa di AS memandang pembajakan merupakan tindakan yang tak bisa diterima. Padahal, studi serupa yang dilakukan tiga tahun sebelumnya menunjukkan hanya satu dari sepuluh yang menyatakan tidak setuju dengan pembajakan.
Selain itu, pihak Hollywood juga optimis dengan munculnya minat generasi muda saat ini untuk membayar konten digital. Minat ini memunculkan harapan baru di dunia bisnis digital. “Anda memiliki sebuah generasi yang perilakunya sangat berbeda terhadap konten interaktif.” ujar Patrick Russo, kepala firma Salter. “Generasi ini terus tumbuh (dan) membayar untuk konten. Saat ini mungkin orang tua merekalah yang membayar konten itu. Namun mereka jadi akrab dengan konten berbayar ketimbang mencurinya.”
Perilaku konsumen muda ini, diperkirakan akan meningkatkan persentase download-to-own konten film dan TV rata-rata 15% pertahun hingga 2015. Rentrak, sebuah perusahaan pelacak, mencatat peningkatan penerimaan digital sebesar 30% dari 2008 ke 2009. Hanya saja masih terdapat keraguan dari pihak studio di Hollywood ketika mereka hendak beralih ke penawaran konten film online. Kanibalisme terhadap DVD dan media lain adalah salah satunya. Meski demikian pelan tapi pasti VOD (video-on-demand) dan sikronisasi DVD terus mereka jajaki. Hanya soal waktu hingga pihak studio lebih agresif merilis VOD atau platform digital lain. “Anda akan melihat lebih banyak  inovasi seperti ini ke depannya,” jelas Presiden Distribusi DIgital Warner Bros., Thomas Gewecke.
Lebih lanjut Gwecke menyebutkan, “Kami telah melihat pertumbuhan pada video digital berbayar…Tapi memang benat bahwa demografi di kalangan generasi muda terus tumbuh ketika transaksi konten digital menjadi bagian dari keseharian.”
Senada dengan optimisme Gewecke, Jamie McCabe, executive vice president Fox yang bertugas di platform digital dunia, “Kami melihat hasil yang sangat positif dari generasi muda yuang mengenyam konten dalam bentuk digital ini,” jelasnya. “Ini adalah generasi yang memiliki layanan digital sah sejak usia muda dan (mereka) adalah pembeli digital.”
Meski kabar ini menggungah semangat Hollywod untuk terjun ke konten digital, namun perlu kajian lebih lanjut soal skema pembayaran apa yang bisa menarik lebih banyak pengguna. Jika perilaku generasi seetlah Napster ini terus berkembang, tentu dunia bisnis konten digitala akan kian berbinar. Apalagi, kini profesi pengembang konten cukup menarik banyak anak muda di AS. Generasi muda Indonesia sendiri sepertinya pun mulai banyak yang melirik profesi pengembang konten digital ini. Seperti didorong oleh Telkom lewat Inaicta, ataupun acara pertemuan komunitas StartUpLokal yang seminarnya terus dibanjiri. Tapi mereka tentu perlu dukungan dari kita, sebagai pengguna konten untuk tidak menggunakan konten bajakan agar kita bisa turut memajukan sesama anak bangsa. Anak muda AS telah memulai, kapan giliran kita?

TVÂ¥s panelPakai konten bajakan? Hm, sepertinya tren ini semakin memudar di AS. Generasi Napster dikenal untuk menyebut generasi muda AS yang menggemari konten gratis dan bajakan. Posisi mereka sepertinya mulai tergeser dengan generasi muda baru yang lebih mengapresiasi dan bersedia membayar untuk konten yang mereka gunakan.

Hal ini terlihat dari hasil penelitian Youth Trends yang menyebutkan hampir setengah dari responden di kalangan mahasiswa di AS memandang pembajakan merupakan tindakan yang tak bisa diterima. Padahal, studi serupa yang dilakukan tiga tahun sebelumnya menunjukkan hanya satu dari sepuluh yang menyatakan tidak setuju dengan pembajakan.

Selain itu, pihak Hollywood juga optimis dengan munculnya minat generasi muda saat ini untuk membayar konten digital. Minat ini memunculkan harapan baru di dunia bisnis digital. “Anda memiliki sebuah generasi yang perilakunya sangat berbeda terhadap konten interaktif.” ujar Patrick Russo, kepala firma Salter. “Generasi ini terus tumbuh (dan) membayar untuk konten. Saat ini mungkin orang tua merekalah yang membayar konten itu. Namun mereka jadi akrab dengan konten berbayar ketimbang mencurinya.”

Perilaku konsumen muda ini, diperkirakan akan meningkatkan persentase download-to-own konten film dan TV rata-rata 15% pertahun hingga 2015. Rentrak, sebuah perusahaan pelacak, mencatat peningkatan penerimaan digital sebesar 30% dari 2008 ke 2009. Hanya saja masih terdapat keraguan dari pihak studio di Hollywood ketika mereka hendak beralih ke penawaran konten film online. Kanibalisme terhadap DVD dan media lain adalah salah satunya. Meski demikian pelan tapi pasti VOD (video-on-demand) dan sikronisasi DVD terus mereka jajaki. Hanya soal waktu hingga pihak studio lebih agresif merilis VOD atau platform digital lain. “Anda akan melihat lebih banyak  inovasi seperti ini ke depannya,” jelas Presiden Distribusi DIgital Warner Bros., Thomas Gewecke.

Lebih lanjut Gwecke menyebutkan, “Kami telah melihat pertumbuhan pada video digital berbayar…Tapi memang benat bahwa demografi di kalangan generasi muda terus tumbuh ketika transaksi konten digital menjadi bagian dari keseharian.”

Senada dengan optimisme Gewecke, Jamie McCabe, executive vice president Fox yang bertugas di platform digital dunia, “Kami melihat hasil yang sangat positif dari generasi muda yuang mengenyam konten dalam bentuk digital ini,” jelasnya. “Ini adalah generasi yang memiliki layanan digital sah sejak usia muda dan (mereka) adalah pembeli digital.”

Meski kabar ini menggungah semangat Hollywod untuk terjun ke konten digital, namun perlu kajian lebih lanjut soal skema pembayaran apa yang bisa menarik lebih banyak pengguna. Jika perilaku generasi seetlah Napster ini terus berkembang, tentu dunia bisnis konten digitala akan kian berbinar. Apalagi, kini profesi pengembang konten cukup menarik banyak anak muda di AS. Generasi muda Indonesia sendiri sepertinya pun mulai banyak yang melirik profesi pengembang konten digital ini. Seperti didorong oleh Telkom lewat Inaicta, ataupun acara pertemuan komunitas StartUpLokal yang seminarnya terus dibanjiri. Tapi mereka tentu perlu dukungan dari kita, sebagai pengguna konten untuk tidak menggunakan konten bajakan agar kita bisa turut memajukan sesama anak bangsa. Anak muda AS telah memulai, kapan giliran kita?

Eka Santhika

Travelling di dunia digital dan dunia nyata ^^

One thought on “Pakai Konten Bajakan Bukan Tren Lagi

  • kalo harga original rp 1juta, sedangkan bajakannya cuman Rp 10rb, pilih yang mana ya?

Komentar kamu