Pakai Canon EOS C500, Film Adriana Hadirkan Video 4K Pertama di Indonesia
Jakarta, PCplus – Di YouTube, mungkin kamu sudah sering nonton video 4K (4096 x 2160). Ini adalah format resolusi video tertinggi saat ini untuk konsumer, yang merupakan standar resolusi baru untuk sinema digital dan grafis komputer.
Dinamai 4K karena resolusi horisontalnya 4000 piksel (1080p dan 720p menggunakan resolusi vertikal). Apa hebatnya resolusi horisontal? Kualitas imajinya lebih tinggi, gambar bisa terlihat lebih detil, aksi gerakan cepat tampil tajam. Selain itu bisa diproyeksikan dengan baik ke permukaan proyeksi yang lebih besar. Jika dibandingkan resolusi 1080p, 4K ini mampu menghasilkan definisi imaji yang empat kali lebih tinggi atau lebih. Maka tidak jarang 4K dijuluki Ultra HD.
Salah satu contoh film layar lebar Indonesia sudah ada loh yang dibuat dengan teknologi video 4K. Judulnya Adriana. Karya perdana Sophia Latjuba sebagai seorang produser ini akan mulai diputar di bioskop mulai 7 November mendatang. Film yang dibintangi oleh Adipati Dolken, Kevin Julio dan Eva Cellia ini merupakan film Indonesia pertama, bahkan di Asia Tenggara, yang dibikin dengan teknologi video 4K.
Semua adegan di film fiksi remaja yang diadopsi dari cerita bersambung ini diambil dengan kamera sinema Canon EOS C500 yang sudah 4K-ready (RAW). Ini adalah kamera sinema profesional pertama Canon yang didesain untuk kebutuhan film. Kamera dengan sensor CMOS Super 35 8,85 megapiksel ini “ringan” (1,82kg) sehingga memudahkan mengambil gambar di mana saja dan kapan saja, apalagi ia antidebu dan kotoran, plus punya sistem pendingin built-in. Untuk output data RAW tersedia dua konektor 3G-SDI. Kalau mau di-output ke monitor eksternal, ada dua konektor MON.
Canon EOS C500 terintegrasi dengan alur kerja produksi film yang sudah teruji-waktu. Ketika data 4K RAW direkam secara eksternal, file-file proxy bisa direkam pada 50 Mb/s ke kartu CF kamera sehingga editing kasar bisa langsung dimulai begitu sebuah adegan selesai diambil. Kamera juga bisa merekam sampai 120 fps dengan format 4K half RAW yang membagi dua resolusi horisontal) untuk menghasilkan efek gerakan lambat (slow motion) yang tajam. Untuk cakupan koreksi warna yang luas, Canon menyediakan Canon’s Log gamma mode.
Maka tampilan gambar di film yang bercerita tentang bagaimana Adriana mengejar impiannya (baca: pujaan hatinya) selama 14 tahun dengan latar belakang sejarah kota Jakarta itu secara teori akan terlihat bagus, tajam, detail dengan warna-warna yang seindah aslinya. Sayang dalam preview yang PCplus hadiri pekan lalu di Epicentrum XXI, Jakarta, ketajaman detil adegan-adegan film itu tak sepenuhnya tampak.
Loh kok bisa? Ternyata, Epicentrum XXI memutar film 4K ini di mesin 2K. Ya, kebanyakan proyektor sinema digital saat ini memang masih di 2K, atau sekitar 2000 piksel, alias Full HD. Nah kalau pakai 2K, kamu tidak disarankan duduk dekat-dekat dengan imaji yang diproyeksikan secara digital. Sebab piksel-piksel individual yang membentuk gambar akan terlihat, khususnya garis-garis diagonal. Istilahnya, “jaggies”. Selain itu kebanyakan proyektor sinema digital juga hanya mampu memperlihatkan imaji ke per satu mata. Jadi imaji bergantian ditayangkan ke mata kiri dan kanan, alias triple-flash (setiap gambar dimunculkan tiga kali).
Jadi, kalau mau tahu kehebatan kualitas gambar film Adriana (selain alur cerita yang penuh teka-teki itu), silakan pilih sinema digital yang proyektornya mendukung video 4K ya! O ya, selain Canon EOS C500 yang dibandrol Rp 312.500.000 (Lensa PL maupun EF), Canon juga punya kamera lain yang mendukung 4K, yakni EOS 1 DC. Ini adalah varian dari kamera foto EOS 1 DX yang ditambahi dengan kemampuan setara sinema seperti kemampuan merekam video 4K pada 24fps. Yang ini harganya Rp 137 juta.