Friday, April 26, 2024
Fitur

Apa Resiko Men-charge Smartphone via USB Wall Charger?

usb wall chargerStandar baru untuk USB telah muncul. Namanya USB-C (baca juga: “USB Type-C: Lebih Ringkas, Mudah, dan Bertenaga.”).  Ia menjanjikan kenyamanan: tak usah repot memasukkan kepala USB dalam posisi tertentu.

Padahal 10 tahun lalu, kamu yang punya perangkat USB harus memastikan pasokan dayanya tepat, sedangkan charger USB tidak selalu berlabel. Kini, kamu bisa men-charge smartphone di mana pun berkat kehadiran konektor yang standar: micro USB.

Cuma ternyata tidak semua konektor, charger dan kabel USB sama loh. Ada yang berkemampuan lebih besar. Ada kalanya satu port USB di laptop-mu lebih kuat memasok daya dibandingkan port lainnya.

Pada beberapa PC desktop, kamu tetap bisa men-charge smartphone via port USB-nya kendati PC dalam keadaan mati. Kok bisa ya?

Ini dia penjelasannya.

Empat Spesifikasi

Saat ini ada 4 spesifikasi USB: USB 1.0, 2.0, 3.0, dan 3.1. Plus nantinya ada tambahan konektor baru: USB-C. Perbedaannya sudah diterangkan dalam artikel terdahulu.

Pada sebarang jaringan USB, ada yang bertindak sebagai host dan perangkat. PC biasanya menjadi host, dan smartphone, tablet atau kamera menjadi perangkat. Power selalu mengalir dari host ke perangkat, tetapi data bisa berjalan dua arah.

Sebuah socket USB punya empat pin, dan kabel USB punya 4 kawat. Pin-pin di bagian dalam membawa data (D+ and D-), dan pin-pin di luar menyediakan pasokan daya 5-volt. Berdasarkan spesifikasi masa kini, port USB dibagi menjadi 3: port standard downstream, port charging downstream, dan port dedicated charging. Dua yang pertama bisa kamu temukan di komputer, sedangkan yang ketiga hadir di colokan dinding (wall charger).

Pada spec USB 1.0 dan 2.0 specs, port standard downstream mampu membawa sampai 500mA (0,5A); di USB 3.0, angkanya naik sampai 900mA (0,9A). Port charging downstream dan dedicated charging memasok sampai 1500mA (1,5A). Sementara USB 3.1 mendongkraknya keluaran sampai 10Gbps pada apa yang disebut moda SuperSpeed+, sehingga nyaris setara dengan generasi pertama Thunderbolt. Ia juga mendukung tarikan data 1,5A dan 3A melalui bus 5V.

Konektor USB-C tidak begitu. Pertama, ia universal. Maksudnya kamu bisa mencolokkannya sebarangan dan ia akan tetap bekerja. Di USB tidak bisa seperti itu. Selain itu USB-C secara teori punya keluaran 2x USB 3.0 dan bias meng-output lebih banyak daya. Di MacBook barunya, Apple menyediakan USB 3.1. Begitu pula Google dengan Chromebook Pixel-nya. Namun ada juga port USB lama bisa mendukung standar 3.1.

Spec USB juga memungkinkan kehadiran port “sleep-and-charge”. Maksudnya, port USB di komputer yang dimatikan itu tetap aktif. Contohnya adalah PC desktop-mu. Kendati sudah kamu matikan, selalu saja ada daya yang mengalir melalui motherboard. Karena itulah kamu akan melihat lampu mouse optik menyala. Namun beberapa laptop juga punya kemampuan sleep-and-charge.

Bisakah Perangkat USB Meledak?

Ada pertanyaan menarik dilontarkan seorang teman. Ia punya sejumlah perangkat USB. iPad, iPod, (beberapa) smartphone, notebook, tablet, dan kamera digital. Masing-masing perangkat menyertakan charger USB untuk mengisi ulang daya baterai perangkat. Namun kapasitasnya berbeda-beda. Charger Apple iPad misalnya, menyediakan 2,1A pada 5V; Amazon Kindle Fire meng-output 1.8; sedangkan car charger bisa meng-output mulai dari 1A sampai 2,1A.

Jadi ada variasi besar antara port USB normal dengan rating 500mA dan port khusus untuk men-charge yang bisa mencapai 3000mA. Pertanyaannya, jika smartphone yang datang dengan charger 900mA ditancapi charger iPad yang berkekuatan 2100mA, apakah smartphone itu akan meledak?

Jawaban singkatnya, tidak! Kamu bisa menancapkan sebarang perangkat USB ke sebarang kabel USB dan tidak ada yang akan meledak. Bahkan menggunakan charger yang lebih besar seharusnya mempercepat proses pengisian daya baterai.

Jawaban panjangnya, usia perangkat kamu juga punya peran penting dalam menentukan seberapa cepat ia bisa diisi ulang, dan apakah ia bisa diisi dengan colokan dinding (wall charger). Pada tahun 2007, USB Implementers Forum merilis Battery Charging Specification, yang menstandarkan cara yang lebih cepat untuk men-charge perangkat USB, entah dengan memompakan lebih banyak ampere melalui port USB PC, atau dengan menggunakan wall charger. Tak lama kemudian, perangkat-perangkat USB dengan spesifikasi tersebut pun bermunculan.

Jika perangkat USB-mu modern – biasanya sih begitu kalau kamu punya smartphone, tablet, atau kamera – kamu seharusnya bisa menancapkannya ke port USB dengan ampere tinggi dan memangkas waktu charging. Namun jika perangkatmu sudah berumur, mungkin ia tak bisa bekerja dengan port USB yang menerapkan Battery Charging Specification. Ia mungkin hanya mau bekerja dengan port USB 1.0 atau 2.0 lama yang asli (500mA). Pada beberapa kasus, perangkat USB lama hanya bisa di-charge dari komputer dengan menggunakan driver tertentu (biasanya proprietary).

Hmm, ada beberapa hal lain yang perlu kamu perhatikan. Kendati PC-mu punya dua jenis port USB – standard downstream atau charging downstream — para OEM tidak selalu melabeli seperti itu. Akibatnya, kamu mungkin punya perangkat yang meng-charge dari satu port di laptop-mu, tapi tidak dari port yang lain. Ini sifat khas dari komputer tua, karena ketika itu tidak ada alasan mengapa port standard dowstream harus dipakai, ketika ada port charging dengan ampere tinggi. Sejumlah vendor sekarang melabeli ikon kilat kecil di atas port charging pada laptop. Pada beberapa kasus, port-port ini bahkan tetap bisa dipakai saat laptop ditutup.

Dengan cara mirip, beberapa perangkat eksternal – biasanya hard drive dan optical drive – menuntut power lebih dari yang bisa dipasok port USB. Karena itulah hard drive dan optical drive menyertakan kabel-Y dua-port-USB atau adapter AC power.

Dan jika konektor USB-C menjadi populer, kamu akan lebih senang. Tak perlu keliru memasukkan posisi kepala USB lagi deh.

Wiwiek Juwono

Senior Editor di InfoKomputer dan PCplus. Memiliki spesialisasi di penulisan fitur, berita, serta pengujian gadget dan asesori komputer