SINGAPURA, PCplus – Tarif listrik di Singapura mahal. Ini tidak mengherankan mengingat negara tetangga terdekat kita itu tidak memiliki sumberdaya alam. “Tarif listrik naik 45% di Singapura, sebab Singapura tidak punya sumberdaya alam,” kata Keith Murray (Vice President, IT Business. Singapore & Brunei, Schneider Electric) dalam jumpa pers di Singapura tadi pagi (30/5/2014).
Sementara itu pemerintah Singapura sedang gencar-gencarnya mengundang pihak ketiga untuk membangun data center. Padahal data center itu rakus energi. “5 – 6 persen energi di seluruh dunia itu dikonsumsi oleh data center dan akan terus meningkat sampai 15% – 20%. Ini karena pertumbuhan pertukaran data dan banyaknya data center,” jelas Philippe Arsonneau (Senior Vice President, IT Global Sales, Schneider Electric).
Konsumsi listrik data center yang kian tinggi itu diatasi pemerintah Singapura dengan memberikan insentif pada data center yang hijau (green data center). “Pemerintah menekan penggunaan energi di data center dengan memberikan inisiatif dan standar hijau, seperti bagaimana sebuah bangunan itu bisa hijau, dan juga memberi tahu cara mengukur kadar hijau, dan memberikan insentif agar menjadi lebih hijau,” tutur Murray.
Sebagai standar, pemerintah Singapura mengenalkan SS564 Standard untuk menjadi hijau, Green Mark for Data Center untuk yang sudah menjadi hijau, dan insentif uang. “Banyak data center di Singapura yang dibangun 15 tahun lalu, sehingga boros energi. Kalau yang dibangunnya baru-baru, biasanya sudah efisien energi,” ungkap Murray.
Murray mengatakan, pemerintah Singapura fokus pada data center tua agar bisa lebih hemat energi.”30% – 50% CAPEX akan dikembalikan jika mereka berhasil mencapai poin hijau tertentu. Uang ini dari biaya assesment. Sekarang masih dalam tahap awal. Tapi hijau ini penting, karena dengannya data center bisa lebih kompetitif. juga lebih kredibel,” kata Murray