
Banyaknya kendala yang dihadapi Google Glass, akhirnya membuat Google secara resmi mengumumkan penghentian produksi kacamata pintar ini. Banyak alasan yang membuat popularitas Google Glass menurun. Jadwal rilis yang selalu tertunda membuat beberapa pengembang aplikasi yang sebelumnya bekerjasama dengan Google akhirnya hengkang mengingat masa depannya yang dianggap tidak jelas. Konsumen pun merasa harga yang ditawarkan terlalu tinggi. Apalagi dengan hadirnya wearable device seperti smartwatch ternyata lebih menarik minat pengembang maupun konsumen.
Meski akhirnya tidak jadi dirilis secara resmi, ternyata kacamata pintar ini sudah banyak digunakan di berbagai bidang. Pemanfaatannya pun tidak sebatas sebagai sarana hiburan saja, tetapi lebih daripada itu. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Google Glass ternyata banyak memberikan manfaat bagi kehidupan sehari-hari. Seperti apa? Berikut beberapa contoh diantaranya:
Mahasiswa kedokteran

Mahasiswa fakultas kedokteran di Universitas Stanford, Amerika Serikat, memanfaatkannya sebagai sarana belajar selagi mengoperasi pasien. Dengan menggunakan streaming video, segala tindakan yang dilakukan bisa ditonton oleh para dosen pembimbing dan kemudian memberikan instruksi kepada mahasiswa saat praktek. Karena tampilan video Google Glass membuat perspektif padangan orang pertama, instruksi dan petunjuk terkait proses operasi yang diberikan pun bisa lebih akurat. Sebelumnya, Universitas Ohio State juga pernah menyiarkan proses operasi secara langsung melalui streaming Google Glass.
Pihak kepolisian

Pihak kepolisian Amerika Serikat ternyata juga sudah memanfaatkan Google Glass. Contohnya Kepolisian Los Angeles melengkapi sejumlah polisinya dengan kamera yang dilekatkan di tubuh yang harus dinyalakan setiap kali polisi berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini guna membantu polisi saat memeriksa nama tersangka kejahatan secara langsung dengan bantuan rekaman data yang dimiliki penegak hukum. Tidak hanya di Amerika Serikat, kepolisian dari negara lain seperti Spanyol, Brasil, Inggris, Jepang sampai Uni Emirat Arab, dikabarkan mulai tertarik memanfaatkan Google Glass.
Penata rambut

Sebuah salon di kota New York melakukan uji coba dengan memanfaatkan Google Glass dalam memberikan layanan kepada pelanggannya. Para penata rambut disana merekam proses penataan rambut dan nantinya mereka bisa meniru proses penataan rambut sebagai tips untuk digunakan di kemudian hari. Pihak salon pun memberikan biaya tambahan bagi pelanggan yang tertarik untuk memiliki rekaman tersebut. Selain itu, salon tersebut juga menggunakan Google Glass guna memberikan arahan ataupun panduan kepada penata rambut pemula agar mereka bisa meniru atau mempelajari cara yang dilakukan oleh penata rambut yang lebih berpengalaman.
Maskapai penerbangan

Perusahaan maskapai penerbangan asal Inggris, Virgin Atlantic, melakukan ujicoba dengan mengenakan Google Glass kepada pramugarinya. Hal ini akan memudahkan check-in para tamu kelas eksekutif mereka dan membantu menerjemahkan berbagai informasi dalam bahasa asing. Kedepannya, teknologi ini akan dikembangkan untuk membantu staff Virgin Atlantic mengenai pilihan diet dan makanan kecil kesukaan si penumpang atau apapun yang membuat layanan maskapai ini lebih baik dan lebih personal. Hal serupa juga telah diterapkan oleh maskapai penerbangan Etihad Airways untuk mengakses data penumpang dan data operasional.
Penyandang cacat

Google Glass memang bukan untuk semua orang namun bukan berarti tidak bisa digunakan oleh siapa saja, contohnya pada penyandang cacat. Seorang mahasiswa hukum bernama Alex Blaszczuk mengalami lumpuh dari pinggang ke bawah setelah kecelakaan mobil. Kemudian ia terpilih sebagai bagian dari program Explorer Google. Selama perjalanan berkemah bersama teman-temannya, Blaszczuk bertugas sebagai penunjuk arah, sekaligus fotografer, dan sebagai pusat informasi, yang semuanya melalui bantuan Google Glass. Tidak hanya itu, penyandang tunarungu juga bisa memanfaatkan bantuan aplikasi Smartsign untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan anak – anak tuli mereka. Bahkan di Kalamazoo, Michigan, seorang tunanetra bernama Ben Yonnatan menggunakan Google Glass agar ia bisa tetap menari balet.
Pelatih sepakbola

Ada pemandangan unik pada pertandingan antara Atletico Madrid dengan Getafe di musim kompetisi lalu. Saat itu asisten pelatih Atletico terlihat, German Burgos, terlihat serius menyimak pertandingan menggunakan kacamata yang ternyata adalah Google Glass. Dalam pertandingan tersebut, Burgos menggunakan google glass untuk melihat statistik pertandingan, strategi permainan, pertahanan dan jumlah tendangan yang dilakukan saat tersambung dengan konektivitas wifi. Data-data tersebut berakumulasi setiap 30 detik hanya dengan sentuhan jari Burgos. Hal inipun langsung tercatat sebagai penggunaan pertama Google Glass dibidang olahraga. Dan bisa jadi kedepannya bakal diikuti oleh pelatih dari cabang olahraga lain.