Jakarta, PCplus – Asia Tenggara tengah menghadapi tantangan besar dalam transisi menuju ekonomi hijau. Laporan terbaru dari Bain & Company, GenZero, Google, Standard Chartered, dan Temasek menyoroti perlunya pendekatan sistemik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di kawasan ini.
Baca Juga: Lonjakan Serangan Ransomware Asia Tenggara Di 2024
Pendekatan ini mencakup identifikasi hambatan sistemik yang memperburuk emisi, menemukan solusi efektif lintas sektor, dan memprioritaskan inisiatif dengan dampak terbesar. Dengan kolaborasi regional yang lebih luas, enam negara utama Asia Tenggara (SEA-6) berpotensi meraih tambahan pertumbuhan PDB hingga USD 120 miliar, menciptakan 900.000 lapangan kerja baru, serta menutup hingga 50% kesenjangan emisi pada tahun 2030.
Namun, laporan tersebut juga mengungkap bahwa kawasan ini masih “jauh dari target” dalam hal investasi hijau. Meskipun investasi hijau meningkat 20% pada tahun 2023 menjadi USD 6,3 miliar, angka ini masih jauh dari kebutuhan USD 1,5 triliun hingga 2030 untuk mencapai target pengurangan emisi sebesar 32%. (GenZero)
Tiga Solusi Inti untuk Mendorong Ekonomi Hijau
Laporan tersebut mengidentifikasi tiga solusi utama berbasis sistem yang penting bagi pertumbuhan dan dekarbonisasi Asia Tenggara:
- Bioekonomi Berkelanjutan: Sektor pertanian dan lahan menyumbang sekitar 25–30% dari total lapangan kerja di SEA-6. Namun, praktik saat ini berkontribusi sekitar 30% dari total emisi dan deforestasi. Reformasi sistemik seperti penataan hak atas tanah dan perbaikan rantai pasok diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi emisi.
- Pengembangan Jaringan Listrik Generasi Berikutnya: Modernisasi jaringan listrik domestik dan perluasan koneksi lintas batas negara diperlukan untuk mendukung integrasi energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi. Green Industrial Clusters dapat menarik investasi swasta dalam pembangkitan energi terbarukan dan infrastruktur distribusi.
- Ekosistem Kendaraan Listrik (EV): Transportasi jalan menjadi sumber utama emisi yang meningkat. Strategi ganda diperlukan untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik dan memacu produksi lokal, guna mempertahankan keunggulan manufaktur dan mendorong dekarbonisasi dengan biaya rendah.
Solusi Pendukung: Pembiayaan, Pasar Karbon, dan Teknologi Hijau
Untuk mendukung solusi inti tersebut, diperlukan tiga solusi pendukung:
- Pembiayaan Iklim dan Transisi: Terdapat kesenjangan pendanaan lebih dari USD 50 miliar yang berpotensi melebar di tengah ketidakpastian makroekonomi. Skema pembiayaan campuran mulai tumbuh, tetapi masih terkendala oleh ukuran transaksi yang kecil dan birokrasi yang rumit.
- Pasar Karbon: Asia Tenggara menunjukkan kemajuan dalam penetapan harga karbon dan pengembangan pasar karbon. Namun, langkah ini perlu dipercepat untuk mencapai potensi penuh, khususnya dalam menciptakan insentif finansial guna melindungi dan memulihkan ekosistem.
- Teknologi Hijau dan AI: Permintaan terhadap pusat data di Asia Tenggara tumbuh pesat, berpotensi menyumbang hingga 2% dari total emisi di SEA-6. AI juga membuka peluang besar untuk mengurangi emisi sebesar 3–5% di sektor-sektor dengan tingkat emisi tinggi seperti pertanian, energi listrik, dan transportasi.
Kolaborasi dan Aksi Nyata Diperlukan
Asia Tenggara memiliki potensi besar dalam ekonomi hijau, namun tantangan investasi dan regulasi masih menjadi penghambat utama. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mengatasi hambatan ini. Dengan pendekatan sistemik dan solusi inovatif, kawasan ini dapat mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan memenuhi target iklim global.