JAKARTA, SENIN – Ada yang aneh dengan diri fotografer. Begitu ungkap fotografer kondang Malaysia Teoh Peng Kee yang berjuluk The Walking Tour of Photography saat membuka seminar “Discover the true power of your DSLR camera” di Jakarta (26/6/2010).
“Mereka selalu kembali ke titik awal,” kata Peng Kee yang sempat bekerja di perusahaan Canon dan sekarang selalu membawa dua body camera (Canon 7D dan 5D Mark II) saat berburu foto. “Ketika masih pemula, gambar yang mereka ambil kabur. Sedangkan mereka yang sudah advanced belajar dan tahu cara menajamkan gambar. Tapi mereka yang profesional akhirnya justru mencari tahu dan belajar bagaimana membuat gambar kabur,” katanya.
Akhir pekan itu Peng Kee membagikan pengetahuannya kepada lebih dari 200 fotografer dari berbagai kalangan usia, kota, dan latar belakang. Mayoritas merupakan anggota klub fotografi digital Canon.
Satu yang digarisbawahi Peng Kee dalam seminar yang berlangsung seharian dan ditutup dengan memotret foto model, bahwa kualitas gambar haruslah bagus. “Jika kualitas gambar 80% bagus, maka software hanyalah berfungsi untuk enhancing. Kalau 50% bagus, software berfungsi untuk memperbaiki. Tapi kalau 60% bagus, maka software dipakai untuk retouch.”
Karena itu ia menyarankan semua fotografer untuk mengenali dan menguasai dasar-dasar fotografi, kamera yang dipakai, dan juga seni “melihat.” “Pastikan bahwa Anda tahun benar pengoperasian kamera dengan membaca buku manual. Fitur 12 megapiksel misalnya, itu beyond our eyes, detail akan terlihat ketika di-zoom. Buka mata waktu motret agar tidak jatuh. Latih mata kiri untuk membuka saat mata kanan memantau viewfinder untuk mengecek fokus, ISO dan exposure.“
Tantangan bagi jurnalis foto sekarang, katanya, lebih pada faktor waktu: pengambilan, pemilihan, penyuntingan dan pengiriman gambar.
Peng Kee juga menekankan pentingnya flash. “Kalau latar belakangnya gelap, buat exposure-nya agar lebih gelap lagi. Dan sebaliknya, kalau latarnya terang bikin lebih terang. Kalau ISO dinaikkan, dynamic range menjadi sempit. Manfatkan flash dengan baik. No light = no photography,” katanya.
Untuk exposure, berikut saran Peng Kee. Gunakan moda AV saat memotret landscape, portrait atau gambar kelompok. Gunakan moda TV saat melakukan panning dan mengabadikan adegan olahraga yang bergerak cepat. Sedangkan moda Program dipilih untuk memotret adegan yang cepat dan mudah, maupun foto-foto umum.
Lalu kapan menggunakan moda Manual? Untuk foto flash, makro, studio dan lanskap yang terkait dengan spot metering, kegiatan di panggung. “Untuk fotografi flash, flash-nya tetap otomatik dan fokus dikunci, yang perlu diatur adalah aperture,“ tutur Peng Kee.
Tips lain yang juga diungkap Peng Kee adalah tentang metering, yang menurutnya sangat penting. Pilihlah evaluative atau matrix untuk bidikan normal sehari-hari karena pilihan ini bisa mengantarkan hasil yang 80% konsisten. Tapi pilihlah center weighted saat ingin memotret pemandangan alam, lanskap agar mendapat efek tiga dimensi. Partial boleh dipilih saat memotret portrait dalam kondisi backlit dan juga bunga. Sementara spot digunakan untuk memotret objek kecil yang backlit-nya kuat, maupun bidikan makro.
Sebelum menutup presentasinya, Peng Kee mengingatkan fotografer untuk juga selalu mengalibrasi monitornya agar mendapatkan seting profil warna yang konsisten dan memilih printer dan media yang tepat untuk output foto.