
Tahun kemarin, beberapa kawasan di Asia ditimpa bencana yang cukup hebat. Sebut saja, Tsunami di Jepang serta banjir bandang di Thailand. Berdasarkan asumsi EMC, perusahaan IT terkemuka, bencana alam tersebut tentu akan berpengaruh terhadap kemampuan berbagai perusahaan menangani pemulihan data akibat kerusakan yang mungkin terjadi di pusat data mereka. Tapi, ternyata perhitungan mereka meleset. Bencana alam bukanlah penyebab utama terjadinya kegagalan/downtime di pusat data. Tapi, faktor kesalahan teknis dari manusialah yang paling sering menjadi biang keladi. Hal ini seperti disampaikan Adi J. Rusli, Country Manager EMC Indonesia.
Nah, ketika downtime tidak terelakkan, bagaimana kesiapan perusahaan di Indonesia memulihkan dara mereka? Ternyata 84% perusahaan yang disurvey EMC di Indonesia tidak terlalu yakin dapat pulih sepenuhnya. “Survei Pemulihan Bencana 2012: Asia Pasifik dan Jepang” EMC dilakukan oleh perusahaan riset independen Vanson Bourne.
Di Indonesia sendiri, tiga masalah umum terjadinya kehilangan data dan downtime adalah kegagalan peranti keras (52%), data korup (47%), dan kehilangan daya (47%). Hanya 17% yang menyebutkan bencana alam sebagai ancaman terbesar dari goncangnya pusat data mereka. Setelah terjadi bencana di pusat data, 75% organisasi di Indonesia baru melakukan pengkajian dan mengubah prosedur backup dan recovery mereka. Selain itu, 50% perusahaan Indonesia akhirnya menambah pengeluaran untuk kepentingan backup dan recovery setelah terjadinya bencana. Padahal, perusahaan ini rata-rata mengaggarkan 12,5% untuk keperluan backup and recovery.
Padahal kerugian yang dialami akibat kurang sigapnya memulihkan data berimbas pada keterlambatan pembuatan produk/jasa (49%), kehilangan pendapatan (37%); kehilangan kepercayaan/kesetiaan pelanggan (37%), kehilangan produktivitas karyawan (35%). Ini terjadi karena perusahaan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan data dari sistem yang jadi tumpuan layanan mereka.

Ketidaksiapan ini juga tampak dari tidak adanya rencana pemulihan bencana (68%). Hanya 3% organisasi yang memiliki rencana pemulihan bencana untuk aplikasi mereka yang meminta aplikasi CRM mereka untuk aktif dan berjalan setelah terjadi downtime sistem. Ketidaksiapan lain tampak dari cara mereka menyimpan data. Sebanyak 30% organisasi Indonesia masih bergantung pada pita, 40% perusahaan Indonesia bergantung pada CD-ROM. Penyimpanan ini tidak efektif karena menghabiskan biaya transportasi, biaya perawatan dan ruang penyimpanan. Selain itu, pembaca data yang tersimpan dalam pita semakin langka sehingga menyulitkan pemulihan data.
Meski demikian, 49% perusahaan di Indonesia sudah menggunakan solusi backup dan recovery modern berbasis disk. Keuntungannya adalah kecepatan menyimpan dan memulihkan data (32%), ketahanan (29%), kerahasiaan data (16%). EMC juga menawarkan solusi deduplikasi data untuk menghemat penggunaan disk juga solusi archive untuk optimalisasi perangkat storage di pusat data. Dengan rencana pemulihan data modern, kerugian akibat downtime bisa lebih ditekan. Sebab, pencegahan adalah lebih baik dari pengobatan.