JAKARTA, PCplus – Sejak pertama kali dirilis, tahun 1976, SAS Institute atau yang lebih dikenal sebagai SAS setia di jalurnya, software statistik. Software dan layanan business analytics SAS pun besar dan beken di kalangan edukasi, universitas di seluruh dunia.
“SAS selalu diasosiasikan dengan edukasi dan akhirnya industri pun menggunakan SAS untuk membantu bisnisnya,” kata Erwin Sukiato (Country Manager, SAS Indonesia) mengawali peresmian SAS Centre di Universitas Bakrie, Jakarta kemarin (19/11/2013). Erwin menambahkan, SAS yang kini sudah digunakan di 65 ribu sites di 135 negara itu merupakan perusahaan yang sahamnya tidak pernah dilepas ke publik. Karena itulah dana R&D-nya besar, 25% dari reveneu perusahaan (untuk tahun 2012).
Di Indonesia, software dan layanan berbasis statistik ini sudah hadir sejak 17 tahun lalu. Penggunanya antara lain Bappenas, asuransi Cigna, asuransi AXA General, dan perusahaan riset AC Nielsen, juga sektor pertambangan, manufaktur, pemerintah, telekomunikasi dan pertanian. “Ritel kini banyak yang menanyakan bagaimana mengimplementasikan SAS,” kata Erwin senang.
Namun seperti juga di negara-negara lain, SAS banyak dipakai oleh kalangan edukasi di tanah air. Maklumlah SAS memang punya program untuk akademisi yang disebut SAS Academic Program. “Tahun 2011 ada 4 universitas, tahun 2012 6 universitas dan tahun 2013 12 universitas,” kata Erwin tentang universitas di tanah air yang tergabung dalam program tersebut.
Tak puas dengan kerjasama di kalangan universitas, Erwin mengatakan akan menggarap kalangan sekolah menengah atas, seperti juga arahan SAS di seluruh dunia. “Tahun depan akan masuk ke SMA. Jadi tamat SMA sudah belajar tentang analytic,” ungkap Erwin. Ini, katanya, demi menyediakan ahli di bidang analitik. “Agar generasi ke depannya harus berpikir di luar Indonesia. Itu target kami.” Mana saja sekolah menengah yang akan disasar SAS? “Belum tahu, sedang cari-cari,” kata Erwin.