JAKARTA, PCplus – Jaman sekarang, persaingan usaha maupun lapangan kerja makin ketat. Kompetisi ada di mana-mana. Maka lulusan siapa pun harus punya nilai tambah agar bisa memenangkan kompetisi.
Salah satu yang banyak dicari sekarang adalah ilmuwan data alias data scientist atau mereka yang bekerja berbasis statistik. Mereka ini mampu menganalisis data secara real time untuk dipakai mengambil keputusan, yang pada akhirnya menjadi pembeda suatu bisnis dari yang lain.
Kebutuhan mendadak akan data scientists ini dipicu ledakan data (big data) yang mayoritas tak terstruktur. Maklum masyarakat sekarang gemar berkomentar melalui social media seperti Twitter dan Facebook. Maka data pun bertambah dengan cepat dan tak terstruktur karena berupa teks yang panjang, video maupun foto. Data ini tetap harus dianalisis karena melibatkan merek.
“Semakin hari semakin banyak kebutuhan ahli statistik. Untuk tahu rata-rata penjualan, untuk melihat sesuatu yang orang lain tidak tahu sehingga bisa jadi senjata, untuk diferensiasi,” jelas Kristianus Yulianto (Consulting & Services Manager, SAS Indonesia) dalam jumpa pers di Jakarta kemarin pagi (19/11/2013).
Sayangnya, tutur Kristianus, yang terjadi adalah analytic gap. “Walaupun punya tool dan ahlinya. Jika ada, terlambat informasinya. Ahli yang kuasai statistik sangat jarang,” kata Kristianus. Ia menjelaskan, data scientist bukan sekadar ahli statistik tapi yang menguasai manajemen informasi, natural language processing, metoda matematika dan statistik, serta mengenal konsep-konsep bisnis.
Menanggapi kondisi tersebut, Universitas Bakrie (UB) bertekad membekali mahasiswanya dengan nilai tambah berupa keterampilan menganalisis data dalam jumlah besar melalui software analitik SAS. Maka digalanglah kerjasama dengan pihak SAS Indonesia untuk membangun UB SAS Centre.

Langkah pertama sudah diambil dengan membeli dan menggunakan lisensi untuk program SAS sejak Juni lalu. SAS pun sudah masuk mata kuliah opsional di program studi manajemen semester 7. Dengan membangun SAS Centre, selain lisensi software SAS secara tak terbatas untuk dosen dan mahasiswa, UB mendapatkan training for trainers, buku, materi pengajaran, datasets dan dukungan pengembangan kurikulum sesuai lingkungan business analytic.

Ini, tutur Deddy Herdiansyah PhD (Ketua Program Studi Manajemen UB), agar mahasiswa dan lulusan UB siap dengan globalisasi tahun 2015. Menurutnya, tidak hanya program studi manajemen yang perlu SAS tapi juga Teknologi Pangan dan Teknik Sipil. Ia berharap melalui SAS Centre, UB kelak bisa menganalisis data-data bisnis Bakrie Telekom dan perusahaan-perusahaan lain di bawah kelompok Bakrie.
“SAS Centre harus jadi unggulan (UB),” tandas Prof. Ir. Sofia W.Alisjahbana Msc, PhD (Rektor, UB). Selain dengan SAS, UB juga menggalang kerjasama dengan vendor SAP untuk ERP (enterprise resource planning).