Menunggu, Kendala Jaringan di Indonesia

JAKARTA, PCplus – Avaya baru saja merilis laporan riset Networking Agility yang dilakukan oleh Dynamic Market. Riset kuantitatif ini digelar di 8 negara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, Australia, Korea Selatan). Di Indonesia 100 profesional TI di organisasi besar menjadi responden riset tersebut.
Rekomendasi Produk PCplus
-
Sale!
ASUS ROG FLOW X13 GV301RA – R7RADA6T-O – R7-6800HS – SSD 512GB – 120HZ
Rp18,699,000.00 Buy product -
Sale!
Lenovo ideapad Slim 3i-14ITL6 – HYID i3-1115G4 SSD 256GB Arctic Grey
Rp5,899,000.00 Beli Sekarang -
Telkomsel Orbit Pro Modem WiFi 4G High Speed
Rp1,129,000.00 Beli Sekarang -
AXIOO PONGO 960 I9-13900H SSD 512GB RTX 4060
Rp24,999,000.00 Beli Sekarang
Apa temuan riset tersebut? Bahwa networking adalah permainan menunggu bagi organisasi besar di tanah air.
Apa sih maksudnya? Begini, menunggu adalah hal biasa bagi pengguna jaringan. Mereka harus sabar menanti saat jaringan sedang diubah/upgrade karena ada software baru. Mereka menunggu karena proses update/upgrade lambat.
Padahal, ungkap Herlinda Xu (Marketing Director Asean, Avaya) dalam media briefing di Jakarta (26/11/2014), dalam setahun bisa terjadi sekitar 11 kali perubahan jaringan.
“Setiap perubahan harus tunggu 38 hari, jadi perlu 418 hari menunggu layanan jaringan baru atau peningkatannya. Kalau nunggu berarti ada kehilangan produktivitas dan pendapatan. Bisa juga orang IT-nya kehilangan pekerjaannya. Ini akibat langsung dari masalah perubahan jaringan inti. Jaringan yang lambat dan kompleks itu menghalangi perusahaan untuk berkembang.”
Herlinda Xu mempertanyakan bagaimana perusahaan bisa kompetitif jika dibutuhkan banyak waktu dan uang untuk mengubah jaringan. Mustahil? Ternyata tidak.
Solusinya adalah menggunakan SDN (software defined network). “Tujuannya adalah membuat network simpel,” terang Herlinda Xu sambil menekankan bahwa tidak semua SDN dibuat sama. “Tapi kalau diletakkan di legacy network seperti Juniper atau Cisco, ibarat menggunakan Ferrari di Jakarta atau di jalan tanah yang berlumpur. Tidak bisa ngebut.”