Inilah PR Besar RI di Ranah Siber
Dalam pidatonya di sidang tahunan MPR, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya kesiapan menghadapi kemajuan teknologi yang destruktif. Selama 2017, tercatat banyak peristiwa di dunia dan tanah air terkait sisi negatif kemajuan teknologi, seperti serangan Wannacry dan peretasan yang memakan korban instansi Pemerintah RI.
Melihat fakta ini Presiden menyampaikan bahwa dalam usia Indonesia yang memasuki ke-72, kita harus siap menghadapi tantangan global terutama dari sisi teknologi yang akan terus membesar. Ketergantungan masyarakat akan teknologi juga makin hari bertambah besar.
Pratama Persadha (Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) menyatakan menyambut baik respons Presiden atas beberapa peristiwa besar yang langsung terkait dengan teknologi informasi dan keamanan siber. Menurutnya, saat ini hampir semua negara bersiap lebih serius menghadapi tantangan teknologi dan keamanan siber.
“Tantangan serius bagi pemerintah adalah mengamankan semua infrastruktur strategis, terutama dari segi keamanan siber. Serangan Wannacry dan NoPetya beberapa saat lalu memang tidak massif menghantam tanah air, namun melihat beberapa negara Eropa yang sempat lumpuh memang sudah sepatutnya kita waspada,” jelas mantan pejabat Lembaga Sandi Negara ini.
Ditambahkan Pratama, pekerjaan rumah (PR) paling penting saat ini salah satunya adalah meningkatkan standar keamanan siber di tanah air. Standar keamanan yang dimaksud tidak hanya terkait infrastruktur penting milik pemerintah dan swasta, namun secara menyeluruh termasuk regulasi tataran teknis.
“Standar keamanan siber Indonesia harus ditingkatkan. Jangan sampai Indonesia terus menjadi lokasi favorit warga negara asing menjalankan aksi kejahatan sibernya. Tentu ini menurunkan daya saing Indonesia secara global,” terangnya.
Pekerjaan rumah yang tak kalah penting menurut Pratama adalah negara harus bisa mendorong lahirnya aplikasi lokal. Aplikasi pepesanan instan, e-mail, media sosial dan aplikasi lain buatan dalam negeri harus benar-benar menjadi perhatian serius Pemerintah RI. Menurutnya, ini adalah salah satu fondasi penting dalam membangun kedaulatan informasi, agar tidak terus tergantung kepada buatan asing.
“Ketergantungan kita pada aplikasi asing masih sangat besar, ini jelas PR yang tidak mudah bagi Pemerintah. Aplikasi lokal sudah ada, tinggal dukungan dari Pemerintah. SDM kita di luar negeri melimpah, bila dimaksimalkan akan sangat luar biasa hasilnya,” terang pria asal Cepu Jawa Tengah ini.
Pratama sendiri berharap dengan sudah lahirnya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Cyber Defence Kemhan Cyber Crime Polri dan Deputi Siber Badan Intelijen Negara (BIN), Pemerintah bisa mendapatkan banyak masukan dan menghasilkan kebijakan yang mendukung meningkatnya keamanan siber di tanah air.
Ditambahkan olehnya, kini salah satu faktor yang dipertimbangkan investor adalah infrastruktur siber yang memadai sekaligus keamanannya. Tentu ini harus benar-benar menjadi perhatian Pemerintah.
Pratama menyatakan bahwa sudah 72 tahun Indonesia merdeka. “Kita harus merdeka dan berdaulat pula secara informasi. Bebas dari penjajahan informasi dan kuat hadapi serangan siber bangsa lain,” tegas Pratama.