Jakarta, PCplus – Ancaman malware melalui perangkat removable device seperti USB drive dan hard drive eksternal semakin menjadi perhatian serius. Pada tahun 2024, Kaspersky mencatat hampir 50 juta ancaman yang berhasil diblokir di Asia Tenggara. Angka ini menunjukkan peningkatan 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Serangan ini memanfaatkan perangkat fisik untuk menyebarkan malware, berbeda dengan serangan siber tradisional yang mengandalkan internet.
Baca Juga: Kaspersky Tandatangani Pakta AI Dengan Uni Eropa
Singapura mencatat lonjakan tertinggi serangan offline sebesar 88%, diikuti oleh Malaysia (47%), Vietnam (25%), Thailand (20%), dan Filipina (16%). Menariknya, Indonesia justru mengalami penurunan ancaman sebesar 3%. Namun, ini bukan alasan untuk lengah. Ancaman ini sering kali mengeksploitasi kepercayaan pengguna terhadap perangkat fisik, sehingga penting untuk tetap waspada.
Solusi untuk Mengatasi Ancaman Removable Device
Untuk melindungi bisnis dari ancaman ini, para ahli menyarankan beberapa langkah penting. Pertama, gunakan solusi keamanan tingkat lanjut seperti Kaspersky Anti Targeted Attack Platform. Kedua, tingkatkan keterampilan tim keamanan siber melalui pelatihan online. Ketiga, perbarui perangkat lunak secara berkala untuk mengurangi risiko.
Selain itu, penting untuk meningkatkan kesadaran keamanan di kalangan karyawan. Pelatihan seperti Kaspersky Automated Security Awareness Platform dapat membantu mencegah serangan yang dimulai dengan phishing atau rekayasa sosial. Dengan langkah-langkah ini, bisnis dapat memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman yang terus berkembang.
Ancaman USB di Industri: Fakta yang Perlu Diketahui
Menurut laporan Honeywell, serangan melalui USB kini semakin canggih. Malware yang dirancang untuk perangkat ini mampu menyebabkan gangguan besar pada sistem industri. Sebanyak 51% malware yang terdeteksi pada tahun 2024 dirancang untuk menyebar melalui USB. Serangan ini sering kali melibatkan metode “silent residency,” di mana malware bersembunyi sebelum melancarkan serangan.
Selain itu, malware berbasis dokumen juga meningkat, dengan 20% serangan memanfaatkan dokumen seperti Word atau Excel. Hal ini menunjukkan bahwa ancaman tidak hanya datang dari perangkat keras, tetapi juga dari file yang tampaknya tidak berbahaya.