
Jakarta (4/1) – Pemerintah baru saja menetapkan pembagian blok spektrum 3G bagi lima operator GSM yang beroperasi di tanah air. Hasilnya, Tri dan Axis masing-masing mendapat mendapat tambahan jatah satu kanal untuk second carrier mereka. Keputusan ini dinilai Center for Indonesian Telecommunications Regulation Study (CITRUS) dalam acara Seminar Reformasi Pengelolaan Spektrum 3G Celular, bertentangan dengan hukum.
Sebenarnya apa sih blok spektrum 3G yang sedang diributkan itu? Blok spektrum 3G ini adalah jatah frekuensi yang diatur oleh pemerintah bagi operator untuk menyelenggarakan layanan 3G. Frekuensi yang digunakan untuk layanan 3G di Indonesia ada di 2100MHz. Rentang frekuensi 2100MHz ini dibagi dalam 12 blok. Nah, sebelumnya, telah ada pembagian blok frekuensi untuk lima operator ini. Tri di blok 1, Axis di blok 3, Telkomsel di blok 4 dan 5, Indosat di blok 7 dan 8, serta XL di blok 9 dan 10.
Menurut Asmiati Rasyid pada 2010, Telkomsel mengajukan penambahan blok ketiga miliknya. Sebab, operator itu memiliki jatah 80MHz untuk melayani 106juta pelanggan. Usulan ini belum mendapat tanggapan dari pemerintah. Sebelumnya, di tahun 2009 keluar pula peraturan menteri Pasal 5 Kepmen Kominfo no.268/2009 yang menyatakan terhitung 31 Agustus 2010 blok frekuensi radio yang dicadangkan pengalokasiannya dilakukan dengan metode seleksi. Belakangan, tahun 2011 Kemenkominfo berinisiatif merapikan jaringan. Telkomsel diminta untuk menggeser jaringannya ke blok 6. Usulan tersebut menuai pro kontra, karena penggeseran jaringan membutuhkan biaya besar. Akhirnya, Telkomsel tidak jadi diminta memindahkan jaringan. Tapi, pada 15 Desember 2011 pemerintah malah memberi lisensi tambahan blok spektrum 3G kepada Axis (blok2) dan Tri (blok6).
Pemberian tambahan spektrum ini menurut Citrus, seperti disampaikan Asmiati, tidak pada tempatnya. Sebab, melanggar Kepmen dengan memberikan spektrum tanpa proses seleksi atau tender terlebih dulu. Selain itu, ia menilai, Axis dan Tri belum berhak mendapat spektrum tambahan, mengingat pelanggannya yang masih belasan juta dan masih bisa memanfaatkan blok yang dimiliki. “Spektrum harus digunakan secara efisien dan ekonomis,” tandas Asmiati.
Dalam acara tersebut, hadir pula Jur Any Anjarwati dan M. Hawin, sebagai pakar hukum dari UGM. Lilly Wahid dan Roy Suryo sebagai wakil anggota Komisi I DPR RI. Solusinya, Citrus mengusulkan pembuatan UU pengelolaan Spektrum agar pemanfaatannya sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, dimana spektrum adalah wilayah publik dan harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Mendesak dibentuknya Badan Spektrum Nasional yang profesional dan penyesuaian harga spektrum sesuai standar internasional.